Duluan mana I’rob atau Makna?
Fenomena I’rob dan Makna Kalimat
Duluan mana I’rob atau Makna?
Oleh: Andi Kurniawan, Lc.
Jika saya katakan kepada anda:
أنَّ زَيْدٌ كَرِيْمٍ
Apa yang anda pahami dari kalimat ini?, Apa pendapat anda tentang kalimat ini?.
Mungkin anda akan menjawab: maknanya adalah : “Sesungguhnya Zaid itu orang mulia”. Degan alasan bahwa anna adalah salah satu huruf nawashib, Zaid adalah isimnya, kariim khabarnya, dan ada sedikit kesalahan dari segi i’robnya.
Atau jawaban anda: maknanya adalah “Zaid yang mulia itu merintih”. Degan alasan bahwa anna adalah fi’lul madhi (kata kerja bentuk lampau) yang berarti merintih, Zaid fa’ilnya, dan kariim sifat dari Zaid, tapi juga ada sedikit kesalahan dari segi i'robya.
Atau barangkali anda akan menjawab dengan jawaban yang berbeda.
Atau bisa saja apa yang saya maksud berbeda degan apa yang anda pahami.
Kalimat diatas akan membantu kita dalam memahami tema tulisan kita kali ini: “ I’rob atau Makna, manakah yang Lebih dahulu?”.
Bahasa Arab adalah bahasa yang unik yang membuat nya berbeda dari bahasa-bahasa lain yang ada di dunia, ia memiliki kaedah tata bahasa yang tidak dimiliki oleh bahasa lain, diantara kaedah itu ada yang kita kenal dengan sebutan Ilmu Nahwu, dan salah satu bagian dari ilmu nahwa itu adalah I’rob.
Apa itu I’rob?
Kalau berbicara tentang hakikat sesuatu dalam pembahasan apapun tentu kita harus memahami defenisinya terlebih dahulu, dalam hal ini atau dua sisi dalam memahami defenisi, pertama secara bahasa yang dalam bahasa arab dikenal dengan sebutan ( لغةً ), dan yang kedua defenisi secara istilah yang dalam bahasa arab dikenal dengan sebutan ( اصطلاحًا ).
Defenisi I’rob:
I’rob dalam bahasa arab terambil dari kata a’raba- yu’ribu-i’rooban yang artinya sama dengan alibanah wal ifshoh yaitu menerangkan dan menjelaskan.
Sedangkan secara Istilah I’rob itu adalah perubahan yang terjadi pada akhir sebuah kata yang disebabkan oleh Amil (faktor perubahan) baik itu secara tampak jelas atau ditakdirkan.
Karena I’rob itu merupakan bagian dari Ilmu Nahwu, maka salah satu fungsi dan kegunaannya adalah agar kita tidak tersalah dalam memahami makna dan maksud dari mutakallim (orang pertama), hal itu karena beda I’rob menyebabkan perbedaan makna.
Berbicara tentang korelasi antara i’rob dan makna, muncul pertanyaan: Manakah yang lebih dahulu, i’rob atau makna?
Ada yang menjawab I’rob yang duluan baru setelah itu makna.
Ada juga yang menjawab Makna duluan baru setelah itu I’rob.
Manakah dari dua jawaban itu yang benar?
Jawabanya adalah kedua jawaban itu benar dari satu sisi dan salah dari sisi yang lain. Mengapa demikian?
Itu semua karena jawaban yang sebenarnya adalah dengan cara merinci jawabannya, kata orang arab alkalam fiihi tafshiil.
Jawaban yang tepat untuk petanyaan diatas adalah sebagai berikut:
Untuk si mutakallim (baca: orang pertama) makna lebih dulu daripada I’rob, jadi I’rob mengikuti makna yang ingin disampaikan. Karena setiap mutakallim pada dasarnya memiliki suatu informasi didalam pikirannya, dan untuk mengutarakan pikirannya tadi tentu dengan menggunakan bahasa arab, dan bahasa arab mempunyai kaedah tatabahasa sendiri, dan salah satu dari tatabahasa tadi adalah I’rob, maka bagi si mutakallim makna lebih dahulu daripada I’rob.
Sementara untuk si mukhothob (baca: orang kedua) I’rob lebih dulu daripada makna, karena sesuatu yang ingin disampaikan oleh mutakallim kepada mukhothob telah ditransfer dengan menggunakan kalimat yang telah ia ucapkan, tinggal bagaimana si mukhothob menganalisa apa yang dimaksudkan oleh mutakallim dengan mengamati I’robnya. Kalau mukhothob benar dalam menganalisa I’robnya, maka ia akan benar dalam memahami maksudnya. Kalau dia salah, maka ia akan salah dalam memahami maknanya.
Kekeliruan seperti itu bisa juga terjadi bagi mutakallim, ketika ia salah dalam menggunakan I’rob kalimat yang ia ucapkan, maka sudah bisa dipastikan si mukhothob akan salah dalam memahami maknanya, karena makna yang mukhothob pahami dari kalimat sesuai dengan I’rob nya, sementara mutakallim salah dalam I’rob. Nah, dalam hal ini sudah bisa di pastikan bahwa makna yang ingin disampaikan oleh mutakallim kepada mukhothob tidak akan sampai kepadanya degan benar.
Nah, sekarang kita kembali pada kalimat yang kita sebutkan diawal tulisan tadi, yaitunya:
أنَّ زَيْدٌ كَرِيْمٍ
Diatas telah kita uraikan bahwa suatu kalimat memiliki makna, dan makna itu di pelihara oleh I’rob.
Sebagai mukhotob sudah menjadi kewajiban kita untuk mencoba memahami makna itu berdasarkan I’rob yang digunakan, karena I’rob itulah yang menjaga makna tersebut. Kalau seandainya kita ragu dalam memahaminya, bisa kita tanyakan lansung kepada si mutakallim apa maksudnya, sebelum kita menyalahkan I’rob yang digunakan.
Kalimat diatas terdiri dari empat kata, bukan dari 3 kata.
Kata pertama adalah أنَّ kata ini adalah fi’lul madhi (kata kerja bentuk lampau), yang berarti merintih, bukan huruf nawashib (yang menashobkan) dan taukid (penguat).
Kata kedua adalah زَيْدٌ kata ini adalah fa’il (pelaku) dari kata kerja أنَّ , bukan isim (baca: kata benda) dari huruf أنَّ yang berfungsi menashobkan dan menguatkan.
Kata ketiga adalah كَـ kata ini adalah huruf jar yang berfungsi untuk menjarkan isim yag terletak setelah nya, yang artinya adalah seperti atau bagaikan. Bukan bagian dari kata كريم yang berarti mulia.
Dan kata keempat adalah ريم kata ini adalah isim yang terletak setelah huruf jar, dan artinya adalah rusa putih, bukan bagian dari kata كريم yang berarti mulia.
Jadi makna yang ingin saya sampaikan kepada anda dari kalimat diatas adalah: “Zaid merintih seperti rusa putih”. Bukan “Sesungguhnya Zaid itu orang mulia”.
Kecuali kalau mutakallim memang salah dalan mengunakan I’rob pada kalimat tadi. Makanya, sebelum kita menyalahkan I’rob suatu kalimat, kita coba terlebih dahulu untuk memahami maknanya sesuai dengan I’robnya. Kalu ragu dalam memahaminnya, bisa tanyakan langsung kepadanya apa maksud dari kalimat itu.
Kembali kepada pertanyaan terdahulu, Manakah yang lebih dahulu, i’rob atau makna?
Diatas ada dua jawaban untuk pertanyaan tersebut, saya katakan bahwa kedua-dua jawaban itu betul dari satu sisi, dan salah dari sisi yang lain.
Jawaban Pertama: yang menjawab I’rob lebih dulu daripada makna.
Kapan jawaban ini benar?, dan kapan salah?
jawaban ini benar, kalau itu berlaku bagi orang yang berposisi sebagai mukhotob. Jawaban ini salah, kalau itu berlaku bagi orang yang posisinya sebagai mutakallim.
Jawaban Kedua: yang menjawab Makna lebih dulu daripada I’rob.
Kapan jawaban ini benar?, dan kapan salah?
Jawaban ini benar, kalau itu berlaku bagi orang yang berposisi sebagai mutakallim. Jawaban ini salah, kalau itu berlaku bagi orang yang posisinya sebagai Mukhothob.
Jadi kesimpulannya adalah:
Bagi mutakallim (orang pertama) makna lebih dahulu daripada I’rob, sementara bagi mukhothob (orang kedua) I’rob lebih dahulu daripada makna.
Wallahu A’lam bis Showab.
Duluan mana I’rob atau Makna?
Reviewed by DD Azhar
on
11:44 PM
Rating:

No comments: